A. Lokasi
Kerajaan Sriwijaya
Sejarah Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang
berdiri pada abad ke-7 dibuktikan dengan adanya prasasti kedukan Bukit di
Palembang (682). Sriwijaya menjadi salah satu kerajaan yang kuat di Pulau
Sumatera. Nama Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta berupa "Sri"
yang artinya bercahaya dan "Wijaya" berarti kemenangan sehingga dapat
diartikan dengan kemenangan yang bercahaya atau gemilang. Pada catatan perjalanan I-Tsing, pendeta Tiongkok yang
pernah mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 selama 6 bulan menerangkan bahwa
pusat Kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (Provinsi Riau
sekarang). Kerajaan Sriwijaya dipimpin oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa sebagai
raja pertama.
Sejarah adalah suatu peristiwa di masa lampau yang
dipelajari dari bukti berupa benda yang memuat informasi tertentu. Dalam hal
kerajaan Sriwijaya ini, jarak waktu yang terlalu jauh menjadikan banyak
perdebatan mengenai sejarah kerajaan sriwijaya ini, termasuk diantaranya adalah letak pasti
kerajaan yang berkembang di abad ke-7 masehi ini. Pendapat ini memiliki
dukungan bukti tertentu yang membuat semakin sulit mengetahui letak kerajaan
Sriwijaya secara pasti. Pendapat yang pertama datang dari Pirre-Yves Manguin
yang melakukan penelitian pada tahun 1993, dimana ia berpendapat bahwa kerajaan
Sriwijaya terletak di daerah sungai Musi antara Bukit Siguntang dan Sabokiking
yang saat ini masuk dalam wilayah provinsis Sumatera Selatan.
Pendapat lain adalah dari ahli sejarah Soekmono
yang mengatakan bahwa pusat kerajaan Sriwijaya ada di hilir sungai Batanghari,
yakni antara Muara Sabak hingga Muara Tembesi yang berada di provinsi Jambi.
Ada lagi pendapat lain yang mengatakan bahwa pusat kerajaan Sriwijaya ada di
sekitar candi Muara Takus yang masuk dalam provinsi Riau yang dikemukakan oleh
Moens. Dasar dari pendapat ini adalah petunjuk rute perjalanan I Tsing dan ide
mengenai persembahan untuk kaisar China pada tahun 1003, yakni berupa candi.
Namun hingga kini belum ada kesepakatan dan bukti yang sangat kuat dimana pusat
kerajaan Sriwijaya sebenarnya berada.
B. Sumber
Sejarah Kerajaan Sriwijaya
1)
Berita dari Cina
Dalam perjalanannya untuk menimba
ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina, singgah di
Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan
mempelajari paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru
Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina.
Kesimpulan I-Tsing mengenai Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang
agama Buddha. Pelayarannya maju karena kapal-kapal India singgah di sana dan
ditutupnya Jalan Sutra oleh bangsa Han. Buddhisme di Sriwijaya dipengaruhi
Tantraisme, namun disiarkan pula aliran Buddha Mahayana. I-Tsing juga
menyebutkan bahwa Sriwijaya telah menaklukkan daerah Kedah di pantai barat
Melayu pada tahun 682 – 685. Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa
Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di Laut
Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina
sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi itu adalah
Sriwijaya.
2) Berita dari Arab
Berita Arab menyebutkan adanya
negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh
mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas
yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia
mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina daripada India. Negara ini
terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak
menghasilkan emas.
3) Berita dari India
Prasasti Leiden Besar yang
ditemukan oleh raja-raja dari dinasti Cola
menyebutkan adanya pemberian tanah Anaimangalam kepada biara di Nagipatma.
Biara tersebut dibuat oleh Marawijayattunggawarman, keturunan keluarga Syailendra
yang berkuasa di Sriwijaya dan Kataka. Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja
Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah membebaskan lima buah desa dari pajak.
Sebagai imbalannya, kelima
desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut
ilmu di Kerajaan Nalanda. Hal ini merupakan wujud penghargaan sebab Raja
Sriwijaya saat itu, Balaputradewa, mendirikan vihara di Nalanda. Selain itu,
prasasti Nalanda juga menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai raja
terakhir dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa meminta kepada Raja Nalanda
untuk mengakui hak-haknya atas dinasti Syailendra.
4) Berita dari dalam negeri
Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti-prasasti
berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.
· Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka
(683 M) ditemukan di tepi
Sungai Tatang, dekat Palembang.
· Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka
(684 M) ditemukan di sebelah barat Pelembang.
· Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka
(686 M) ditemukan di Bangka.
Prasasti ini menjadi bukti serangan Sriwijaya terhadap Tarumanegara yang
membawa keruntuhan kerajaan tersebut, terlihat dari bunyi: "Menghukum bumi
Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya."
· Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608
Saka (686 M). Isi prasasti ini
memperjelas bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan
memiliki wilayah yang luas dan kekuasaannya yang besar. Prasasti ini juga memuat
penaklukan Jambi.
· Prasasti Telaga Batu (tidak berangka
tahun). Prasasti ini menyebutkan bahwa
negara Sriwijaya berbentuk kesatuan dan menegaskan kedudukan putra-putra raja:
Yuwaraja (putra mahkota), Pratiyuwaraja (putra mahkota kedua), dan Rajakumara
(tidak berhak menjadi raja).
· Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka
(775 M) ditemukan di Tanah Genting Kra. Prasasti ini memuat kisah penaklukan
Pulau Bangka dan Tanah Genting Kra(Melayu) oleh Sriwijaya
· Prasasti Palas Pasemah (tidak berangka
tahun) ditemukan di Lampung berisi
penaklukan Sriwijaya terhadap Kerajaan Tulangbawang pada abad ke-7.
Dari sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama,
pendiri Kerajaan Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang
berkedudukan di Minangatwan. Kedua, Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas
wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah di sekitar Jambi. Ketiga,
Sriwijaya semula tidak berada di sekitar Pelembang, melainkan di Minangatwan,
yaitu daerah pertemuan antara Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri.
Setelah berhasil menaklukkan Palembang, barulah pusat kerajaan dipindah dari
Minangatwan ke Palembang.
5)
Kehidupan politik
Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan besar dan masyhur. Selain mendapat
julukan sebagai Kerajaan Nasional I, Sriwijaya juga mendapat julukan Kerajaan
Maritim disebabkan armada lautnya yang kuat. Raja-rajanya yang terkenal adalah Dapunta
Hyang (pendiri Sriwijaya) Balaputradewa, dan Sanggrama Wijayatunggawarman.
Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil
memperluas wilayah Kerajaan Sriwijaya dari Minangatwan sampai Jambi.
Pemerintahan Raja Balaputradewa berhasil mengantarkan Sriwijaya menjadi
kerajaan yang besar dan mencapai masa kejayaan. Balaputradewa adalah putra Raja
Syailendra, Samaratungga, yang karena dimusuhi saudarinya, Pramodhawardhani
(istri Raja Pikatan dari wangsa Sanjaya), terpaksa melarikan diri ke Sriwijaya.
Saat itu, Sriwijaya diperintah
oleh Raja Dharmasetu, kakek dari ibunda Balaputradewa. Raja ini tidak berputra
sehingga kedatangan Balaputradewa disambut dengan baik, bahkan diserahi takhta
dan diangkat menjadi raja di Sriwijaya. Dalam masa pemerintahannya, Sriwijaya
mengadakan hubungan dengan Nalanda dalam bidang pengembangan agama Buddha. Pada
masa pemerintahan Sanggrama Wijayattunggawarman, Sriwijaya mendapat serangan
dari Kerajaan Colamandala. Sang Raja ditawan dan baru dilepaskan ketika Colamandala
diperintah Raja Kolottungga I.
6) Kehidupan ekonomi
Letak Sriwijaya sangat strategis,
yakni di tengah jalur perdagangan India – Cina, dekat Selat Malaka yang
merupakan urat nadi perhubungan daerah-daerah di Asia Tenggara. Menurut Coedes,
setelah Kerajaan Funan runtuh, Sriwijaya berusaha menguasai wilayahnya agar
dapat memperluas kawasan perdagangannya. Untuk mengawasi kelancaran perdagangan
dan pelayarannya, Sriwijaya menguasai daerah Semenanjung Malaya, tepatnya di
daerah Ligor. Adanya hubungan perdagangan dengan Benggala dan Colamandala di
India, lalu lintas perdagangan Sriwijaya makin ramai. Ekspor Sriwijaya terdiri
atas gading, kulit, dan beberapa jenis binatang. Adapun impornya adalah sutra,
permadani, dan porselin. Inskripsi
Kekayaan Sriwijaya diperoleh dari:
1.bea masuk dan keluar bandar-bandar Sriwijaya,
2.bea cukai semua kapal yang melalui perairan Asia Tenggara,
3.upeti persembahan dari raja-raja negara vasal, dan
4.hasil keuntungan perdagangan.
7) Hubungan Sriwijaya dengan lndia
Di daerah Benggala, di India, ada
sebuah kerajaan bernama Nalanda yang diperintah oleh dinasti Pala. Kerajaan ini
berdiri sejak abad ke-8 hingga pada abad ke-11. Rajanya yang terbesar adalah
raja Dewa Pala. Hubungan Sriwijaya dengan kerajaan ini sangat baik, terutama
dalam bidang kebudayaan, khususnya dalam pengembangan agama Buddha. Banyak
bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya yang belajar agama Buddha di perguruan tinggi
Nalanda.
8) Hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Colamandala
Hubungan kedua kerajaan ini pada awalnya sangat baik. Diawali dengan
hubungan dalam bidang agama kemudian meningkat ke bidang ekonomi perdagangan.
Pada tahun 1006, Raja Sriwijaya bernama Sanggrama Wijayattunggawarman mendirikan
biara di Colamandala untuk tempat tinggal para bhiksu dari Sriwijaya. Akibat
adanya persaingan dalam pelayaran dan perdagangan, persahabatan kedua kerajaan
itu berubah menjadi permusuhan. Raja Rajendra Cola menyerang Sriwijaya sampai
dua kali. Serangan pertama pada tahun 1007 gagal. Serangan kedua pada tahun
1023/1024 berhasil merebut kota dan bandar dagang Sriwijaya. Raja Sanggrama
Wijayattunggawarman berhasil ditawan dan baru dibebaskan pada zaman Raja
Kulottungga I.
9) Kejayaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya berjaya pada abad
9-10 Masehi dengan menguasai jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara.
Sriwijaya telah menguasai hampir seluruh kerajaan Asia Tenggara, diantaranya,
Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina.
Sriwijaya menjadi pengendali rute perdaganagan lokal yang mengenakaan bea cukai
kepadaa setiap kapal yang lewat. Hal ini karena Sriwijaya menjadi penguasa atas
Selat Sunda dan Malaka. Selain itu, Kerajaan Sriwijaya juga mengumpulkan
kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar
Tiongkok dan India.
10) Kemunduran Sriwijaya
Pada akhir abad ke-13, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran yang disebabkan
oleh faktor-faktor berikut.
·
Faktor
geologis, yaitu adanya pelumpuran Sungai Musi sehingga para pedagang tidak
singgah lagi di Sriwijaya.
·
Faktor
politis, yaitu jatuhnya Tanah Genting Kra ke tangan Siam membuat
pertahanan Sriwijaya di sisi utara melemah dan perdagangan mengalami
kemunduran. Di sisi timur, kerajaan ini terdesak oleh Kerajaan Singasari yang
dipimpin Kertanegara. Akibat dari serangan ini, Melayu, Kalimantan, dan Pahang
lepas dari tangan Sriwijaya. Desakan lain datang dari Kerajaan Colamandala dan
Sriwijaya akhirnya benar-benar hancur karena diserang Majapahit.
·
Faktor
ekonomi, yaitu menurunnya pendapatan Sriwijaya akibat lepasnya daerah-
daerah strategis untuk perdagangan ke tangan kerajaan-kerajaan lain.
C.
Raja-raja
yang penah menjabat di Kerajaan Sriwijaya
· Dapunta Hyang Sri Jayanasa
· Sri Indravarman
· Rudra Vikraman
· Maharaja
WisnuDharmmatunggadewa
· Dharanindra
Sanggramadhananjaya
· Samaragrawira
· Samaratungga
· Balaputradewa
· Sri
UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan
· Hie-tche (Haji)
· Sri
CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa
· Sri
MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi
· Sumatrabhumi
· Sangramavijayottungga
· Rajendra Dewa
KulottunggaTi-hua-ka-lo
· Rajendra II
· Rajendra III
· Srimat Trailokyaraja
Maulibhusana Warmadewa
· Srimat Tribhuwanaraja
Mauli Warmadewa
· Srimat Sri
Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa.
D. Peninggalan Kerajaan
Sriwijaya
I.
Prasasti
a.
Ditemukan di Indonesia
1. Prasasti Kedukan Bukit
Batu prasasti Kedukan Bukit dan
isinya
Ditemukan di dekat Kota Palembang dan berangka tahun 683 Masehi. Berisi cerita
tentang Raja Sriwijaya (Dapunta Hyang) yang mengadakan perjalanan suci dari
Minanga Tamwan untuk mendapatkan Siddhayatra dan keberhasilnya memakmurkan
Kerajaan Srwijaya.
2. Prasasti Talang Tuo
Batu prasasti Talang Tua dan isi
terjemahannya
Ditemukan di sebelah barat Kota Palembang dan berangka tahun 684 Masehi.
Prasasti ini menceritakan pembuatan Taman Srikseta oleh Raja Dapunta Hyang
untuk kemamkmuran rakyat.
3. Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu
Ditemukan di dekat Kota Palembang dan tidak berangka tahun. Prasasti ini
menceritakan tentang kutukan-kutukan terhadap siapa pun yang melakukan
kejahatan dan yang tidak taat terhadap raja.
4. Prasasti Karang Berahi
Prasasti Karang Berahi
Ditemukan di Karang Berahi (Provinsi Jambi) dan berangka tahun 868 Masehi. Prasasti
ini menceritakan tentang permintaan kepada dewa untuk menghukum setiap orang
yang orang melakukan kejahatan terhadap Kerajaan Sriwijaya.
5. Prasasti Kota Kapur
Batu Prasasti Kota Kapur dan
terjemahan isinya
Ditemukan
di Kota Kapur (Pulau Bangka) dan berangka tahun 686 Masehi. Prasasti ini
menceritakan tentang usaha Kerajaan Sriwijaya dalam menundukkan Pulau Jawa,
yaitu Kerajaan Tarumanegara yang dianggap tidak setia kepada Kerajaan
Sriwijaya.
6. Prasasti Palas Pasemah
Prasasti Palas Pasemah
Ditemukan di Palas Pasemah (Provinsi Lampung) dan tidak berangka tahun.
Prasasti ini mencertitakan bahwa daerah Lampung Selatan telah diduduki oleh
Kerajaan Sriwijaya pada akhir abad ke-7 Masehi.
7. Prasasti Bukit Siguntang
Prasasti Bukit Siguntang
Arca Budha Sakyamurni
Bukit Siguntang berada di Kota Palembang merupakan komplek pemakaman raja-raja
Kerajaan Sriwijaya. Ditemukan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dalam bentuk arca
Budha Sakyamurni yang mengunakan jubah dan Prasasti Bukit Siguntang berisikan
tentang peperangan yang banyak merenggut nyawa.
8. Prasasti Amoghapasha
Ditemukan di
provinsi Jambi dan berangka tahun 1286 M. Isi dari prasasti ini menyebutkan
bahwa raja
Kertanegara telah menghadiahkan arca amogapasha pada raja
Suwarnabhumi yang bernama Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa. Raja dan rakyatnya
sangat gembira.
Prasasti Amoghapasha
b.
Ditemukan di Luar Indonesia
1. Prasasti Ligor
Ditemukan di Tanah Genting (Thailand) dan berangka tahun 775 Masehi. Prasasti
ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian
depan bersisi tentang bangunan Trisamaya Caiya (bangunan suci yang terbuat dari
batu bata untuk Budha), Awalokiteswara, dan Wajrapani. Bagian belakang berisi
tentang RRaja Wisnu dan keluarga Sri Maharaja Syailendra.
Prasasti Ligor
pict:
2. Prasasti Katon
Ditemukan di Kanton (China) dan berangka tahun 1079 Masehi. Berisi tentang
bantuan Raja Sriwijaya dalam memperbaiki sebuh kuil agama Thao di Kanton.
3. Prasasti Nalanda
Prasasti Nalanda
Komplek Nalanda University yang
dibangun Balaputradewa
Ditemukan
di Benggala (India) dan berangka tahun 860 Masehi. Prasasti ini menyebutkan
bahwa Raja Balaputradewa yang membangun tempat tinggal untuk para pelajar dan
sebuah biara di Benggala.
4. Piagam Leiden
Piagam Leiden
Ditemukan
di India dan berangka tahun 1006 M. Prasasti ini dikeluarkan oleh raja kerajaan
Cola yang bernama Rajakesariwarman yang dikenal dengan Raja raja I. Isinya
menyebutkan bahwa pada tahun 1006 M, Marawijayatunggawarman meresmikan wihara
di India yang diberi nama Cudamaniwarmavihara atas ijin dari Rajakesariwarman,
raja-raja I dari Cola.
5. Prasasti Srilanka
Diperkirakan
dibuat pada abad XII. Dalam prasasti ini menyebutkan bahwa Suryanaraya dari
wangsa Malayupura dinobatkan sebagai maharaja di Suwarnapura. Pangeran
Suryanarayana menundukkan Manabhramana.
6. Prasasti Grahi
Berangka tahun 1183
M dan menyebutkan nama seorang raja Srimat Trilokyaraja Maulibhusanawarmadewa
memerintahkan mahasenapati Jalanai yang memerintah Grahi untuk
membuat arca Budha.
Prasasti Grahi
7. Prasasti Chaiya
Ditemukan di Candra
Bhanu (Malaysia Barat) dan berangka tahun 1230 M. Menyebutkan tentang raja
Tambralingga, Candra Bhanu, Sri Dharmaraja menyamakan diri dengan raja Asoka,
jasa-jasanya terhadap umat manusia disamakan dengan bulan dan
matahari.
8. Prasasti Tanjore
Ditemukan di India
dan berangka tahun 1030 M. Dibuat oleh raja Cola yang bernama Rajendracoladewa.
Disebutkan bahwa pada tahun 1017 M pasukannya menyerang kerajaan
Swarnabhumi (Sumatera). Serangan itu diulang kembali pada tahun 1025,
rajanya yang bernama Sanggramawijayatunggawarman berhasil ditawan
oleh pasukan Cola, tetapi akhirnya Sanggramawijaya dilepaskan.
II.
CANDI
1.
Candi Muara Takus
Candi Muara Takus di Provinsi Jambi
Candi
Muara Takus terletak di desa Muara Takus, Kecamatan Tigabelas Koto Kampar,
Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Jaraknya dari Pekanbaru, Ibukota Propinsi
Riau, sekitar 128 Km. Kompleks Candi Muara Takus merupakan satu-satunya
peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Provinsi Riau. Candi ini bernuansa
Buddhistis. Hal tersebut merupakan petunjuk bahwa agama Budha pernah berkembang
di kawasan ini.